Godaaan Menjelang Akad Nikah

Thursday, December 18, 2008
Jika dahulu, sepasang anak manusia yang mau menikah, dapat langsung menikah beberapa saat kemudian karena tidak perlu memesan gedung berikut aksesori yang terkait dengan pesta pernikahan tersebut. Namun sejak era 80-an, pesta pernikahan seringkali dilakukan di “gedung” daripada di rumah. Semakin lama, untuk memperoleh gedung yang dapat digunakan untuk acara pernikahan, menjadi semakin jauh dari waktu acara akan dilakukan.

Untuk mendapatkan tempat, memakan waktu enam bulan, bahkan sampai satu tahun. Hal tersebut, tentu saja membawa pengaruh dalam persiapan mental seseorang yang akan menikah. Dengan demikian, seringkali niat suci sepasang manusia yang akan menikah menjadi tertunda untuk dapat melaksanakannya, bahkan terkadang niat suci tersebut terselenggara dalam keadaan tidak suci lagi.

Dalam beberapa kondisi yang penulis temukan, beberapa pasang calon mempelai terjebak melakukan hal-hal yang seharusnya mereka jaga kesuciannya sebelum akad nikah dilaksanakan. Hal tersebut akibat panjangnya waktu antara niat suci tersebut diikrarkan dengan waktu pelaksanaan ibadah suci tersebut. Kondisi yang serba permisif saat ini turut pula menambah kesempatan untuk melakukan hal-hal yang belum waktunya dilakukan.

Pernah sebuah kejadian yang penulis temukan, yakni seorang anak muda yang “taat” beribadah melakukan hal yang belum dibenarkan untuk dilakukan dengan calon isterinya beberapa hari sebelum akad nikah dilaksanakan karena kondisi yang membuat mereka tidak menyadari apa yang mereka lakukan. Sebagaimana banyak ditemukan, semakin dekat dengan akan dilaksanakannya acara pernikahan, maka semakin banyak pula tekanan yang diterima.

Sang anak muda dan calon isterinya berkeluh kesah dan saling “curhat” terhadap tekanan-tekanan yang mereka terima, baik menyangkut segala “tetek-bengek” acara yang tak kunjung “beres” maupun permintaan-permintan dari keluarga dan berbagai pihak yang cukup “memusingkan”. Untuk saling menenangkan hati, maka mereka saling “curhat” berduaan, mulai dari kata-kata hingga gerakan. Dan akhirnya, tanpa disadari, mereka telah jauh melangkah melakukan hal yang telah mereka jaga selama ini.

Sang anak muda dengan penuh penyesalan menyampaikan “keteledorannya” kepada penulis. Dia menyesal tidak dapat menjaga kesucian niat suci mereka untuk menempuh kehidupan suci berumah tangga hanya beberapa hari sebelum acara suci tersebut dilakukan. Penulis hanya dapat menyampaikan, bahwa sesuatu yang telah terjadi tidak ada gunanya disesali terus menerus. Hanya minta ampun kepada Allah yang dapat menjadi jalan ke luarnya.

Kejadian sepasang anak manusia yang telah berniat suci untuk mengarungi bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang ternoda sebelum niat suci tersebut terlaksana, bukan hanya dialami oleh anak muda di atas. Beberapa kasus yang hampir serupa, penulis temui pula pada beberapa pasang anak muda lainnya. Ada yang beberapa hari menjelang pernikahan seperti di atas, ada yang sebulan sebelum akad nikah dilangsungkan, ada yang dua bulan atau tiga bulan sebelum acara suci tersebut dilaksanakan. Mereka berbeda dengan pasangan-pasangan yang menikah karena “kecelakaan” dan berbeda sama sekali dengan orang-orang yang hidup bebas tanpa ikatan pernikahan.

Mereka telah merencanakan suatu kehidupan suci untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Namun di tengah jalan, sebelum kehidupan suci tersebut mereka lalui, mereka “tanpa sadar” telah menodai kesucian niat suci yang mereka ikrarkan. Kondisi ini mungkin lebih berat daripada kondisi orang-orang yang sebelum ketemu pasangan dalam rumah tangga mereka telah terjerumus melakukan pergaulan bebas dengan orang lain, dan kemudian mereka insyaf lalu menikah dengan orang lain. Suatu perbuatan masa lalu yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, seringkali menghantui alam bawah sadar seseorang.

Oleh karena itu, saya sering menghimbau kepada pasangan-pasangan muda yang telah merencanakan pernikahan mereka, tetapi dilakukan dengan jarak waktu yang cukup panjang karena berbagai macam “persiapan” yang harus dilakukan sebelum pernikahan itu sendiri dilakukan, agar selalu menjaga diri mereka untuk tidak terlalu sering berdua-duaan, karena syetan tidak pernah relah melihat anak manusia hidup dengan kesucian.

Banyak dari mereka yang merasa yakin bahwa mereka cukup kuat dengan iman yang dimiliki. Namun pada akhirnya, anak-anak manusia yang yakin dengan keimanan mereka tadi, tidak sedikit yang terjerembab menodai ikrar suci yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu, Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa jangan kau dekati zina. Jadi bukan hanya zina yang dilarang. Berdua-duaan di tempat yang tak terawasi merupakan pintu untuk mendekati zina dan bahkan zina itu sendiri.

Ketaatan beribadah seseorang tidak menjadi jaminan, bahwa syetan tidak akan menggoda mereka. Semakin kuat iman seseorang, akan semakin kuat syetan yang diutus untuk menggoda anak manusia yang sedang berdua-duaan sebelum ikrar suci mereka terlaksana. Akhirnya penyesalan pun datang. Kondisi tersebut ibarat seseorang yang berpuasa sedang menunggu bedug maghrib, tetapi tergoda menikmati makanan yang disiapkannya untuk berbuka puasa menjelang adzan maghrib berkumandang. Na’uzubillahi min dzalik.
 
posted by Desi at 1:02 AM, | 2 comments